
POLEMIK penundaan pengangkatan calon aparatur sipil negara (ASN) yang terdiri atas calon pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sudah mendapat titik terang mengenai waktu pengangkatannya. Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk mempercepat pengangkatan calon PNS 2024 paling lambat Juni 2025 dan untuk calon PPPK paling lambat Oktober 2025. Sebelumnya, pengangkatan calon PNS akan ditunda menjadi Oktober 2025 dan calon PPPK pada Maret 2026.
Tentunya keputusan mempercepat pengangkatan ASN itu utamanya akan mendukung tugas ASN untuk memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas kepada masyarakat, khususnya untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk dua tugas lainnya yang diamanatkan Pasal 11 UU No 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yaitu melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tugas mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan percepatan pengangkatan calon ASN tersebut, itu juga dapat memberikan kepastian hukum status para calon ASN yang sudah lulus tes untuk menjadi PNS dan PPPK definitif, dan kepastian kesejahteraan yang akan mereka dapat seperti upah, tunjangan dan fasilitas, jaminan sosial, lingkungan kerja, dan bantuan hukum.
Banyaknya pelamar yang mengikuti seleksi calon ASN ini salah satunya didorong untuk mendapatkan kepastian kesejahteraan yang diberikan pemerintah dan keberlanjutan pekerjaan yang pada pekerjaan sebelumnya mungkin tidak mendapat kepastian tersebut.
Sebagai instrumen kesejahteraan, tentunya pengangkatan para ASN juga harus diikuti oleh peningkatan kualitas pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para ASN dengan mengacu pada UU ASN yang baru.
JAMINAN SOSIAL ASN OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN
Kehadiran UU No 20 Tahun 2023 sebagai UU ASN baru mencabut UU ASN lama, yaitu No 5 Tahun 2014. Salah satu penambahan kesejahteraan pada program jaminan sosial yang diberikan oleh UU ASN baru ialah PPPK mendapatkan jaminan pensiun (JP).
Sebelumnya, pada UU No 5 Tahun 2014, PPPK hanya memperoleh jaminan kesehatan nasional (JKN), kaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKm), dan jaminan hari tua (JHT).
Penambahan JP untuk PPPK diatur pada Pasal 21 ayat (6). Dengan UU ASN baru, seluruh PPPK terlindungi oleh seluruh program jaminan sosial.
Penambahan itu memperkuat tabungan hari tua PPPK pada masa pensiun dan lansianya, yaitu dengan program JHT dan JP.
Khusus program JP dan JHT, Pasal 22 ayat (2) menyatakan kedua program itu diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak, dan sebagai penghargaan atas pengabdian. Pada ayat (3)-nya mengamanatkan program JP dan JHT bagi ASN diberikan dalam program jaminan sosial sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Ada penambahan kalimat '...dan badan penyelenggara jaminan sosial' pada UU ASN yang baru itu.
Merujuk Pasal 23 dan Pasal 22 ayat (2) UU ASN, sudah sangat jelas seluruh program jaminan sosial bagi ASN dikelola berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN (UU SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS (UU BPJS). Hal itu berarti seluruh program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi ASN dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Bahwa PT Taspen yang selama ini mengelola program JKK, JKm, JHT, dan JP bagi ASN bukanlah BPJS dan tidak sesuai dengan tiga asas serta sembilan prinsip SJSN yang diatur di UU SJSN dan UU BPJS.
Pengelolaan program jaminan sosial ASN oleh BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan manfaat lebih baik bagi ASN, pemerintah, dan seluruh pekerja di Indonesia. Akan terjadi kegotongroyongan sebagai salah satu pripsip SJSN dari seluruh pekerja Indonesia (ASN atau swasta) yang mendukung ketahanan dana program JKK dan JKm serta terjadi efisiensi biaya iuran JKm.
Iuran JKm bisa dikembalikan menjadi 0,3% dari upah yang saat ini sebesar 0,72% dikelola PT Taspen. Demikian juga dengan manfaat serta prosedur klaim JKK dan JKm lebih mudah dan ini akan memudahkan peserta mendapatkan haknya.
Prinsip portabilitas dan keberlanjutan kepesertaan akan terlaksana dengan mudah sehingga peralihan status pekerjaan tidak menghambat perlindungan pekerja di JKK dan JKm. Perpindahan pekerja dari ASN ke swasta atau sebaliknya akan memastikan kepesertaan terus berlanjut sehingga perlindungan tidak terputus. Dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan akan semakin besar yang nantinya lebih mendukung APBN dan perekonomian nasional. Bila pada program JKN seluruh pekerja sudah bergotong royong di BPJS Kesehatan, sudah saatnya program JKK dan JKm pun dikelola BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan pengelolaan JP dan JHT bagi ASN dalam BPJS Ketenagakerjaan, pelaksanaan kedua program itu ke depan akan lebih kuat dan memberikan kepastian tentang pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum bagi seluruh pekerja (ASN dan pekerja swasta). Demikian juga dengan prinsip portabilitas dan keberlajutan kepesertaan di JHT dan JP, akan lebih memastikan pekerja yang berubah status pekerjaannya akan mudah mendapatkan manfaat hari tuanya.
Program JP dan JHT disebutkan sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian, seharusnya ke depan diarahkan pada sistem tabungan dua pilar. Pilar pertama ialah jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagai hak ASN yang merupakan bagian dari UU SJSN dan UU BPJS. Pilar kedua ialah JP dan JHT sebagai penghargaan bagi PNS yang merupakan program kesejahteraan pegawai atau dikenal dengan istilah top-up yang dapat diselenggarakan oleh PT Taspen atau berdasarkan kebijakan lainnya yang diputuskan oleh pemerintah.
Saya mengapresiasi pemerintah yang menyegerakan pengangkatan ASN dan meningkatkan kesejahteraan ASN melalui instrumen jaminan sosial dengan memosisikan pengelolaan program JKK, JKm, JHT, dan JP ke BPJS Ketenagakerjaan.