
KETUA Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan dampak derasnya arus masuk barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Indonesia. Dia menyoroti keberadaan mafia impor dalam menentukan kuota impor bagi kelompok tertentu. Hal itu membuat industri listrik di Tanah Air melemah.
“Mafia impor ini bisa mengatur kuota impor besar untuk kelompok tertentu, dan banyak pejabat berwenang tak berdaya menghadapi tekanan tersebut,” tudingnya saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (6/7).
Redma menilai jika pemerintah ingin menyelamatkan industri TPT, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan mafia kuota impor.
"Karena sebaik apapun alat pengendalian yang digunakan, pasti akan ditentang oleh mereka,” katanya.
Di satu sisi Redma menilai, meski Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki instrumen pengendalian seperti barang larangan dan pembatasan (lartas), melalui pertek (pertimbangan teknis), justru implementasinya dianggap melemahkan produk dalam negeri.
“Alih-alih menekan impor, pertek malah memakan porsi produk lokal di pasar domestik. Faktanya, impor terus naik dan utilisasi industri kita justru turun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Redma menyebut hampir semua instrumen pengendalian impor seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), tindakan pengamanan atau safeguard, hingga standar nasional Indonesia (SNI) wajib, ditolak atau dinegosiasikan dengan tarif rendah.
“Selama mafia kuota impor masih bercokol di Kemenperin, jangan harap kita bisa menekan laju impor,” ujarnya.
Dia menyebut gelombang besar barang impor telah menerjang pasar nasional secara masif dan nyaris tak terbendung. Kekhawatiran tsunami barang impor pun dianggap sudah di depan mata.
“Sudah pasti terjadi tsunami barang impor. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, kita mengalami defisit. Ekspor mengalami penurunan signifikan, sementara impor justru melonjak tajam,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan lonjakan impor, terutama dari Tiongkok sebenarnya sudah terjadi sejak sebelum era Presiden Donald Trump.
“Dalam periode 2023–2024, kita sudah melihat peningkatan signifikan arus impor dari China ke Indonesia, baik yang legal maupun ilegal,” jelas Faisal.
Ia menyoroti adanya perbedaan mencolok antara data ekspor Tiongkok ke Indonesia dengan data impor yang dicatat Indonesia. Nilai ekspor yang tercatat di Tiongkok dikatakan seringkali jauh lebih tinggi dibandingkan nilai impor yang dilaporkan Indonesia.
"Ini mengindikasikan adanya arus barang masuk yang tidak tercatat secara resmi,” pungkasnya. (H-4)