
Pendeta Yudo Aster Daniel membuka pintu sangkar yang membebaskan 24 burung perkutut, tepat di hitungan ketiga para jemaat. Tepuk tangan membuncah, mengantarkan burung-burung itu ke alam bebas, tempat di mana semestinya mereka hidup.
Ratusan pasang mata menatap ke atas, mengikuti jejak terbang burung-burung itu hingga hilang di antara awan. Jejak spiritual pun terasa ditinggalkan di udara—seolah menelusuri jejak Yesus Kristus yang, dalam iman umat Kristen, naik ke surga dua milenium lalu.
“Semoga burung-burung yang kita lepaskan ini bisa terus lestari dan beranak-pinak,” ujar Pendeta Yudo, suaranya pelan namun penuh harap.
Pelepasan burung itu menjadi penutup dari rangkaian ibadah peringatan Kenaikan Yesus Kristus di GKJ Gondokusuman, GKJ tertua di DIY, Kamis (29/5) pagi. Ibadah berlangsung dalam dua sesi dan diikuti lebih dari 2.000 jemaat.
Lebih dari 2.000 Jemaat Ikuti Ibadah di GKJ Gondokusuman

Teng… Teng… Teng…
98 kali dentang lonceng menggema dari menara gereja, memecah kesunyian. Di dalam gedung bersejarah yang teduh dan beratap tinggi itu, bangku-bangku kayu mulai terisi penuh. Jemaat datang dari berbagai penjuru kota, sebagian bahkan dari luar provinsi.
”Total 2.000 lebih jemaat, sesi pagi itu sekitar 1.500 jemaat, sesi kedua sekitar 500 jemaat,” kata Ketua Panitia Ibadah Kenaikan Yesus Kristus, Joko Pamungkas.
Ia menyebut, pagi itu ada 90-an jemaat dari GKJ Gondang, Sragen, yang hadir dan mengikuti ibadah di GKJ Gondokusuman. Mereka datang menggunakan dua bus, sebagai bagian dari kunjungan balasan atas silaturahmi jemaat GKJ Gondokusuman sebelumnya.

Tepat pukul 09.30 WIB, Kidung Pasamuwan Jawi nomor 022, Puji Konjuk Allah Rama, bergema memenuhi ruangan. Lembut namun khidmat, kidung itu mengantar langkah Pendeta Yudo menuju mimbar. Dalam balutan liturgi Jawa yang syahdu, ia membuka ibadah.
”Sumangga pangabekti menika kita sengker kanthi pengaken. (Marilah kita tunduk kepada pengabdian ini dengan rasa syukur),” ucap Pendeta Yudo Aster Daniel, memimpin jalannya ibadah.
Terbangnya Burung Perkutut, Pengingat Kenaikan Yesus Kristus

Pelepasan burung perkutut di akhir ibadah bukan sekadar seremonial, namun juga menjadi stimulus kepada jemaat untuk menatap ke atas, mengenang peristiwa Kenaikan Yesus Kristus ke surga.
Pendeta Seno Adhi Noegroho yang juga dari GKJ Gondokusuman, sebagaimana para murid Kristus dahulu menatap langit ketika menyaksikan Sang Guru terangkat ke surga, demikian pula jemaat diharapkan merasakan kembali peristiwa itu melalui gerak terbang burung-burung yang dilepaskan.
”Mereka melihat ke atas, melihat Tuhan Yesus sampai hilang di awan-awan. Jadi, dengan melepaskan burung ini diharapkan warga ikut merasakan yang dirasakan para murid waktu itu,” kata Pendeta Seno.

Bagi umat Kristen, peristiwa Kenaikan Kristus bukan sekadar klimaks dari kisah penyaliban dan kebangkitan. Ia adalah pengukuhan iman—penegasan keilahian Sang Mesias. “Bahwa Yesus adalah benar-benar anak Allah, dia sungguh bangkit, dia kembali bersama-sama dengan Bapa di surga,” lanjutnya.
Saat Kristus diangkat ke surga, tanggung jawabnya lalu diturunkan kepada para murid—kini gereja. Tugas yang berlanjut di dunia yang terus berubah, namun tetap membutuhkan suara kasih, pengharapan, dan pengabdian.
”Mereka punya misi untuk mewartakan kerajaan Allah, itu tugas dari gereja,” ujarnya.
Dari Burung Pipit ke Burung Perkutut

Tahun ini menjadi yang pertama GKJ Gondokusuman melepas burung perkutut dalam ibadah Kenaikan Kristus. Tahun-tahun sebelumnya, burung pipitlah yang dilepaskan. Namun, perubahan itu muncul dari kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
“Karena burung pipit sering jadi musuh petani, tahun ini kita ganti dengan perkutut,” ujar Joko Pamungkas.
Pilihan ini bukan hanya simbolis, tetapi juga ekologis. Perkutut, yang dahulu banyak ditemui di pekarangan rumah dan sawah di Yogyakarta, kini mulai langka. Inisiatif gereja ini sejalan dengan program pemerintah yang mendorong pelepasan burung perkutut liar untuk memulihkan ekosistem lokal.
“Dari pemerintah kan juga ada program melepaskan burung perkutut di sekitar DIY, makanya sekarang itu banyak perkutut liar di sekitar rumah kita. Nah, kita ingin mendukung program itu juga,” tambahnya.

Meski harga perkutut lebih mahal, kata Joko, hal itu tak menjadi soal. “Walaupun harganya lebih mahal dari burung pipit, tapi enggak masalah, biar ekosistem kita lebih baik.”
Namun, pelepasan burung perkutut ini bukanlah akhir. Ini hanya satu bagian dari rangkaian panjang ibadah umat Kristen, dari pra-Paskah pada 5 Maret silam, hingga Pentakosta pada 8 Juni mendatang, 10 hari setelah Kenaikan Yesus Kristus.
Di momen Pentakosta, GKJ Gondokusuman akan menggelar unduh-unduh sebagai ucapan syukur atas turunnya Roh Kudus dan juga musim panen.
“Nanti kami akan mengadakan unduh-unduh sebagai ungkapan syukur, memperingati turunnya Roh Kudus sekaligus musim panen,” kata Joko Pamungkas.
