
Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mempertimbangkan penerbitan dua surat utang negara (SUN) dalam denominasi non-Dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun ini, yakni Dim Sum Bond dalam mata uang renminbi China dan Kangaroo Bond dalam Dolar Australia. Langkah ini akan menjadi yang pertama kali dilakukan Indonesia, meski rencana penerbitan Dim Sum Bond sempat muncul pada 2016 lalu namun batal direalisasikan.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengatakan, saat ini Kementerian Keuangan masih memantau situasi pasar dan belum mengambil keputusan pasti terkait waktu peluncuran.
"Kita lagi liat kondisi lah," kata pria yang akrab disapa Tommy di Kompleks Parlemen RI, Selasa (27/5).
Lebih lanjut, ia menjelaskan kondisi pasar keuangan global yang sangat fluktuatif. Terutama perubahan pada tingkat imbal hasil atau yield, menjadi pertimbangan utama.
"Semua kita lihat kondisi lah, sekarang kan kondisi yield lagi berubah total, kita lihat kondisi market," jelasnya.

Terkait kepastian waktu peluncuran, Tommy menegaskan pemerintah akan menyesuaikan dengan dinamika pasar. Menurutnya, keputusan untuk tidak menggunakan dolar AS sebagai denominasi bukan tanpa alasan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko global yang semakin kompleks.
"Diversifikasi dengan segala gonjang-ganjing dunia yang tidak baik buat kita," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menegaskan, pemerintah mempertimbangkan penerbitan dua surat utang ini secara serius. Menurutnya, tujuan utama penerbitan adalah untuk diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor.
“Diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor sangat diperlukan dalam mengelola portofolio utang Pemerintah yang optimal, yakni meminimalkan cost of fund (biaya) dengan risiko yang terkendali,” ujar Suminto kepada kumparan.
Ia juga menyoroti pentingnya diversifikasi mata uang. Terutama di tengah tingginya volatilitas dolar AS dan ketidakpastian kondisi pasar global saat ini.
“Diversifikasi mata uang dalam penerbitan SBN ini menjadi lebih relevan lagi dalam kondisi pasar keuangan global yang sangat dinamis saat ini, termasuk volatilitas USD,” ungkapnya.
Pemerintah, lanjut Suminto, terus menjaga komposisi utang secara optimal, termasuk dari sisi mata uang. Ia menekankan, penerbitan dalam rupiah tetap menjadi prioritas untuk mendukung pendalaman pasar keuangan domestik.
Namun di saat yang sama, penerbitan surat utang dalam valuta asing juga tetap dilakukan untuk menjangkau investor global, memanfaatkan likuiditas internasional. Serta sebagai strategi natural hedging terhadap kewajiban dalam mata uang asing.