Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan hukuman mati dalam KUHP nasional tidak dihapuskan.
Namun, dia menekankan hukuman itu bakal bersifat khusus serta diputuskan dan dilaksanakan secara sangat hati-hati.
"Pemerintah dan DPR memang harus menyusun undang-undang tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati sebagaimana diamanatkan Pasal 102 KUHP Nasional yang baru," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu (9/4).
"Namun secara substansi, ketentuan mengenai pidana mati sebagai pidana khusus telah dirumuskan secara tegas dalam Pasal 64 huruf c serta Pasal 67 dan 68 KUHP Nasional," jelas dia.
Dalam aturan Pasal 67 itu, disebutkan bahwa pidana yang bersifat khusus sebagaimana tertuang dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
Selain itu, aturan pemidanaan juga diatur dalam Pasal 68 KUHP. Berikut bunyinya:
(1) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
(2) Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.
(4) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.
Menurut Yusril, pidana mati tidak serta merta langsung dilaksanakan setelah putusan pengadilan. KUHP mengatur bahwa pidana mati hanya dapat dieksekusi setelah permohonan grasi terpidana ditolak oleh Presiden.
Dengan begitu, lanjutnya, memohon grasi atas penjatuhan pidana mati wajib dilakukan baik oleh terpidana, keluarga atau penasihat hukumnya sesuai ketentuan KUHAP.
Selain itu, Yusril menerangkan bahwa dalam Pasal 99 dan 100 KUHP juga memberi ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.
"Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," jelas Yusril.
Lebih lanjut, Yusril menekankan bahwa pelaksanaan hukuman mati secara hati-hati juga sebagai cerminan penghormatan terhadap hak hidup.
Oleh karena itu, lanjutnya, pidana mati hanya dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan berat tertentu dan tidak boleh di...