REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengungkapkan rencana yang akan memenjarakan seluruh warga Palestina di Gaza ke kamp di reruntuhan Rafah. Skema biadab itu digambarkan oleh para ahli hukum dan akademisi sebagai cetak biru kejahatan terhadap kemanusiaan.
Merujuk the Times of Israel, Katz mengatakan dia telah memerintahkan militer Israel untuk bersiap mendirikan sebuah kamp, yang dia sebut sebagai “kota kemanusiaan” di reruntuhan Rafah, di selatan Gaza. Warga Palestina akan melalui “pemeriksaan keamanan” sebelum masuk. Begitu masuk, mereka tidak akan diizinkan keluar, kata Katz pada sebuah pengarahan untuk jurnalis Israel.
Pasukan Israel akan mengontrol perimeter situs tersebut dan pada awalnya “memindahkan” 600.000 warga Palestina ke wilayah tersebut – sebagian besar adalah orang-orang yang saat ini mengungsi di wilayah al-Mawasi. Rafah adalah wilayah seluas 64 kilometer persegi di selatan Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Sebelum agresi militer, sekitar 172 ribu warga Gaza telah tinggal berdesak-desakan di sana.
Jika rencana Israel dijalankan, nantinya seluruh penduduk sipil Gaza, lebih dari 2 juta orang akan dikumpulkan di zona tersebut sementara IDF mengamankannya dari jarak jauh, seiring dengan upaya badan-badan internasional untuk mengelola wilayah tersebut. Empat lokasi distribusi bantuan tambahan akan didirikan di daerah tersebut, katanya.
Katz juga menekankan ambisinya untuk mendorong warga Palestina untuk “bermigrasi secara sukarela” dari Jalur Gaza ke negara lain, dengan mengatakan bahwa rencana ini “harus dipenuhi.” Artinya ada kemungkinan zona tersebut akan digunakan sebagai titik transit, seperti yang dijelaskan dalam laporan Reuters pada Senin pagi.
Sebuah proposal yang dilihat oleh Reuters dan memuat nama kelompok bantuan kontroversial yang didukung AS menggambarkan rencana Israel memenjarakan ratusan ribu warga Gaza di Rafah tersebut. Israel diketahui hendak membangun kamp-kamp skala besar yang disebut “Area Transit Kemanusiaan” di dalam – dan mungkin di luar – Gaza untuk menampung penduduk Palestina.
Rencana senilai 2 miliar dolar AS tersebut, yang dibuat sekitar setelah 11 Februari dan mengusung nama Yayasan Kemanusiaan Gaza, atau GHF, yang didukung AS. Rencana itu juga telah diserahkan kepada pemerintahan Trump, menurut dua sumber, salah satunya mengatakan bahwa rencana tersebut baru-baru ini dibahas di Gedung Putih.
Reuters, merujuk rencana itu, menggambarkan kamp-kamp tersebut sebagai tempat “berskala besar” dan “sukarela” di mana penduduk Gaza dapat “bertempat tinggal sementara, melakukan deradikalisasi, berintegrasi kembali, dan bersiap untuk direlokasi jika mereka ingin melakukannya.”