
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama pakar pakar membahas keamanan dan ketahanan siber. Salah satu yang disinggung adalah soal layanan WorldCoin di World ID.
Anggota Komisi III dari fraksi PKB, Abdullah, menyinggung soal layanan WorldCoin yang melakukan pemindaian retina mata WNI. Katanya, apakah itu termasuk pencurian data?
“Dinamika yang terjadi kemarin terakhir masalah kasus world coin dan World ID yang menggunakan data retina pengguna dan didaftarkan ke database mereka akhirnya mendapatkan semacam koin atau nominal ada yang 300.000 ada yang 800.000,” kata Abdullah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/5).
“Kecurigaan yang terjadi di kita adalah mereka mengumpulkan data pribadi masyarakat yang katanya mereka tidak di-backup di Cloud tetapi otomatis hilang ketika mendaftar tapi kecurigaan kenapa ada nominal di sini,” imbuhnya.
Abdullah menyinggung pemindaian tersebut memiliki dampak positif, tapi di sisi lain juga memiliki ancaman terhadap data pribadi sebab retina merupakan salah satu data pribadi yang memiliki ciri unik pada setiap orang.
“Hal positif ketika dilakukan dengan tujuan hukum yang baik tapi di satu sisi ketika pengumpulan data ini dilakukan oleh pihak luar terjadi kecurigaan bahwa ini pencurian data pribadi, bagaimana menurut Anda?” ujarnya.
Menjawab hal itu, pakar dari Indonesia Cyber Law Community (ICLC), Josua Sitompul menilai pemberian intensif berupa uang dari penyedia layanan adalah sebagai bentuk promosi. Namun, menurutnya, nominal uang yang diberikan WorldCoin di Indonesia lebih kecil dibanding nominal dari negara lain.
“Tetapi isunya di sini apakah nilai uang itu adalah nilai uang yang rasional atau dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, ada beberapa negara yang terkait dengan WorldCoin yang saya ketahui ada yang lebih dari 100 dolar, di kita itu mungkin 39 dolar atau di bawah itu,” paparnya.

Saat ini, layanan World Coin dan World Id sudah dibekukan layanannya oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) usai ramai warga yang mengaku menerima uang setelah retina matanya dilakukan pemindaian.
Josua menilai, Indonesia perlu memiliki ahli-ahli yang harus lebih paham soal teknologi pemindaian retina itu agar tak terjadi pencurian data pribadi.
“Kalau seandainya kita berhadapan dengan expert dari luar yang menjelaskan bahwa cara kerja pemindaian retina tetapi ahli-ahli kita tidak bisa meng-counter maka bagaimana kita bisa mempertahankan fungsi dari perlindungan bagi warga negara,” jelasnya.
“Jadi ahli-ahli itu perlu hadir untuk memproses untuk memeriksa SOP-nya mungkin, teknologi yang digunakan, bahkan konsep pemindaian retina itu,” pungkasnya.

Kata Komdigi
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Alexander Sabar memastikan pihaknya akan terus melindungi hak privasi masyarakat menyusul laporan bahwa layanan World ID telah mengumpulkan lebih dari 500 ribu retina dan retina code dari pengguna di Indonesia.
"TFH kemudian menyampaikan bahwa mereka telah mengumpulkan lebih dari 500 ribu retina dan retina code dari pengguna di Indonesia. Di sini kami tegaskan bahwa hasil klarifikasi ini akan dibahas secara internal dan ditindaklanjuti melalui analisis teknis atas aplikasi serta peninjauan kebijakan privasi dari Tools for Humanity," kata Sabar.
Sabar menjelaskan, pihaknya juga membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik layanan aplikasi World sebagai bentuk langkah preventif.
"Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, kami mengambil tindakan pembekuan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik layanan aplikasi world sebagai langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat," jelas dia.